Jumat, 15 Agustus 2014

Travelogue - Nepal (2): Welcome to Nepal!




<<< travelogue sebelumnya

Saya teringat pada suatu sore di Gili Trawangan, di bulan Oktober 2013. Travelmate saya melontarkan satu ajakan, "kita jalan ke Nepal yuk?"

Dengan spontan saya cuma menjawab, "Nepal?"
Saya tidak menolak, juga tidak merasa terlalu tertarik.

Dan entah dapat ide darimana, tiba-tiba sebulan kemudian, secara impulsif, saya membeli tiket Jakarta-Kathmandu pp, untuk perjalanan di bulan Desember 2013.

Sejak itu, saya langsung melakukan riset singkat. Mau eksplor apa saja, mau menginap dimana, jalan kemana saja, caranya bagaimana dan naik apa. Sedetail-detailnya. Termasuk membuat perkiraan biaya yang harus disediakan selama di Nepal. Dan ini adalah salah satu proses yang sangat saya nikmati sebelum traveling.

Dari riset singkat itu, saya akhirnya tahu bahwa bulan Desember adalah masa dimana Nepal sedang berada dalam musim dingin. Meskipun saya tahu bahwa Himalaya berpuncak salju, saya sama sekali tidak membayangkan bahwa Nepal akan terlalu dingin. Pun, karena saya membaca info, bahwa salju jarang turun di lembah Kathmandu.

Dengan membeli satu set long-john dan berbekal syal, sarung tangan, jaket-musim-dingin-berisi-bulu-angsa pinjaman, saya yakin akan bisa survive di Nepal. Dan nantinya saya belajar, bahwa itu saja tidak cukup. Perlu satu hal lagi untuk bisa survive dengan musim dingin di Nepal. Yaitu KETABAHAN! Haha :-D

Antara Jakarta dan Kathmandu

Saya melukiskan perjalanan dari Jakarta menuju Kathmandu, penuh dengan sensasi antara melayang dan semangat. Melayang bukan karena terbang, tapi karena saya sama sekali belum tidur di malam sebelum keberangkatan. Entah kenapa, saya lagi dan lagi terjebak dalam last-minute-packing-drama. Rasa-rasanya kalau gak begitu, ya gak afdhol haha :-D

Perjalanan dari Jakarta menuju Kathmandu, saya tempuh kurang lebih selama sepuluh jam. Itu sudah termasuk transit di Kuala Lumpur selama empat jam.  Dengan menumpang maskapai Air Asia.

Suasana ruang tunggu di LCCT Kuala Lumpur
Transit selama empat jam di Kuala Lumpur, tidak terasa lama karena saya habiskan sembari online dengan memanfaatkan WiFi yang tersedia, dan mengobrol. Kantuk akibat kurang tidur di malam sebelumnya, seperti hilang karena saking bersemangatnya membayangkan Kathmandu.

Begitu pesawat mengudara, perasaan melayang akibat kantuk yang tertunda mulai mendera, dan meminta jatah untuk dipenuhi. Sementara saya merasa tidak nyaman dengan kursi kabin yang sandarannya kurang cocok untuk tidur pulas itu. Dalam keadaan seperti itu, pikiran saya justru mengawang kemana-mana. Tertidur dengan was-was karena membayangkan terbang di antara celah-celah gunung yang tinggi. Hey, kita khan akan ke negara yang berada di kaki Himalaya. Badan saya mulai demam, keringat mengucur, dan sedikit kedinginan.

Sisa perjalanan dari Kuala Lumpur menuju Kathmandu itu begitu melelahkan. Ditambah dengan tetangga samping duduk saya, yang tidak bisa tenang. Dia terus menerus kikuk memperhatikan daratan yang tenggelam di balik awan, menggenggam passport dan dokumen-dokumennya sepanjang perjalanan, berulang kali bolak-balik ke toilet, dan berdiri di bangku tengah, sehingga diperingatkan oleh pramugari dan penumpang lainnya. Sepertinya, ia adalah orang Nepal yang menjadi buruh kerja di Malaysia, dan dalam perjalanan pulang ke negaranya.

Saya mulai terbebas dari twilight zone, ketika crew pesawat mengumumkan bahwa kami akan segera mendarat di Kathmandu. Cuaca terlihat cerah, meskipun daratan belum bisa kami lihat karena tertutup oleh awan yang merata.

Demam saya hilang dan semangat mulai muncul mengalahkan kantuk, begitu pesawat berhasil keluar dari awan. Lembah Kathmandu yang berwarna kecoklatan dan ditumbuhi oleh vegetasi hijau berlapis debu mulai terlihat samar. Tidak terlalu jelas, karena kabut debu cukup banyak menyaput. Bahkan deretan pegunungan Himalaya pun, tidak bisa kami amati.

Ketika pesawat terbang semakin rendah, saya bisa melihat sebaran bangunan berbentuk kubus-kubus yang bertumpuk dan berserakan tidak beraturan memenuhi lembah Kathmandu. Dengan warna yang serupa, bertonasi coklat tanah dan turunannya.

Sensasi pertama yang saya rasakan begitu keluar dari pesawat adalah, tertampar! Bukan, bukan. Tidak ada satu telapak tanganpun yang mendarat di pipi saya. Melainkan aliran udara dingin, sekitar 12 derajat celsius yang menjadi pelakunya.

Meskipun tadi melalui jendela pesawat saya melihat matahari sore bersinar cukup terik, pada kenyataannya suhu udara sama sekali tidak hangat. Memori logika saya yang terbiasa hidup di negara tropis, mulai dikacaukan di sini. Matahari bersinar terik, tidak berarti hangat jenderal!

Tribhuvan International Airport

Entah bagaimana cara menggambarkan dengan tepat impresi pertama saya terhadap Bandar Udara Internasional utama Nepal ini. Kata jelek rasanya terlalu ofensif, karena memang tidak jelek seandainya berada pada masa yang tepat. Mungkin lebih cocok dibilang kuno.

Bandara yang namanya diambil dari nama salah satu Raja Nepal ini, bangunannya didominasi oleh warna coklat kemerahan. Dengan dinding luarnya yang dilapisi oleh batu bata. Dari jauh, bangunan ini serupa kotak besar. Layaknya bangunan kubus yang tersebar merata di lembah Kathmandu. Hanya saja ukurannya lebih raksasa.

Dalam lorong bandara, menuju Immigration Check Point
Begitu memasuki bagian dalam bandara, nuansa ketinggalan jaman semakin terasa. Seperti terlempar ke Indonesia jaman tahun enam puluhan (padahal saya juga tidak tahu, seperti apa Indonesia di jaman itu. Sok tahu aja sih hehe). Tone interior bandara itu, hampir serupa dengan bagian luarnya, warna tanah. Sementara debu tipis melapisi lantai, dinding, perabotan bahkan sampai ke bagian atasnya. Namun begitu, rombongan turis yang mengantri bersama saya, terlihat melimpah ruah.

Visa on Arrival

Nepal masih memberlakukan visa bagi pemegang passport Republik Indonesia dan beberapa negara lainnya, yang ingin berkunjung kesana. Dan pengurusan visa ini bisa dilakukan di bandara ketika pertamakali kita datang, alias Visa on Arrival.


Immigration Check Point
Meskipun pace nya agak lambat, namun cara pengurusannya tidak terlalu rumit. Satu-satunya hal yang agak membingungkan adalah, karena tidak adanya petunjuk yang jelas untuk pengurusannya di bandara. Cukup kejelian kita saja dalam melihat papan petunjuk loket dan aliran pengunjung lain, yang akan membantu kita. Selain ada satu dua petugas yang bisa kita tanyai.
 
Tata cara pengurusannya kurang lebih seperti ini:
  • Siapkan dokumen, persyaratan dan uang yang diperlukan: passport yang legal dan masih berlaku, pas foto 4x6 satu lembar, dan uang dalam bentuk dollar Amerika sesuai dengan masa kunjungan yang akan kita ambil. Waktu itu saya membayar USD 25 untuk visa dengan masa kunjungan maksimum 15 hari.
  • Ambil dan isi form permohonan visa yang tersedia di bandara. Letaknya dimana? Tanya saja pada petugas bandara, atau amati aliran wisatawan lainnya. Agak tricky, karena letaknya kurang eye-catching. Tapi kalau mau praktis, download dulu dari internet dan isi sebelum keberangkatan.
  • Lalu mengantrilah pada loket pembayaran visa. Disini, kita hanya perlu membayarkan sejumlah uang sesuai dengan visa yang akan kita ajukan. Dan akan mendapatkan nota bukti pembayaran.
  • Setelah itu, pindah antrian ke loket permohonan visa. Perhatikan baik-baik: bahwa setiap loket berbeda-beda, sesuai dengan visa yang akan diajukan. Ada loket untuk visa 15 hari, 30 hari dan 60 hari.
  • Di loket permohonan visa ini nanti kita serahkan semua dokumen dan persyaratan yang sudah kita siapkan sebelumnya, bersamaan dengan nota bukti pembayaran visa dan form kedatangan (yang biasanya selalu diberikan di dalam pesawat atau bisa diambil di bandara).
  • Setelah itu berdoalah, semoga tidak ada masalah.
    Nota bukti pembayaran VoA Nepal
Dari pengalaman saya, petugas-petugas bandara di Nepal termasuk ramah-ramah. Begitu juga dengan petugas imigrasi yang melayani permohonan visa. Meskipun mereka bekerja dengan pace yang lambat, tapi mereka sangat ramah. Mungkin yang paling ramah, dari semua petugas imigrasi bandara yang pernah saya temui. Sumpah!


Finally, Namaste Nepal!
Seorang petugas imigrasi berusia hampir lima puluhan melayani permohonan visa saya sore itu. Hal yang paling saya ingat dari beliau adalah: topi yang dikenakannya seperti peci Indonesia dengan motif geometris dan berwarna cerah menarik, serta wajah Asia Selatannya yang mirip Anupam Kher (bintang film India).

"Aaaah Indonesia?!", tanyanya memastikan, sambil tersenyum.
"Yes sir, Indonesia"

Ia sedikit lama memeriksa dokumen-dokumen yang saya serahkan, menempelkan sesuatu pada passport saya. Dan mencapnya. Cetok!!

"Welcome to Nepal, we wish you enjoy your visit here!", ujarnya sambil tersenyum lebar.
"Dhanyavad*, sir. Namaste!"
"Namaste!"

Dan saya resmi memasuki Kathmandu, Nepal :-)

* Dhanyavad = terimakasih.

=================

Tips & tricks:
  1. Cek dan perhatikan musim, sebelum berkunjung ke Nepal. Karena pada musim dingin, Nepal bisa menjadi sangat dingin. Begitu pula sebaliknya pada musim panas. Cek bawaan, jangan sampai salah kostum.
  2. Jangan mengandalkan sweater sebagai baju penahan dingin, karena sweater merupakan rajutan woll. Gunakan sweater sebagai pakaian pelapis saja. Jaket musim dingin dan long-john adalah keharusan.
  3. Nepal adalah negara miskin yang melakukan penghematan terhadap penggunaan listrik, jadi jangan terlalu berharap ada penghangat ruangan. Membawa sleeping bag yang cukup hangat akan sangat membantu untuk tidur.
  4. Meskipun mereka tidak punya penghangat ruangan, umumnya penginapan menyediakan wadah pengkompres berisi air panas dari karet. Tanyakan, dan bisa ambil airnya dari keran.
  5. Meskipun bandara menyediakan photo-booth dan form aplikasi visa. Jauh lebih baik kalau itu semua sudah dipersiapkan sebelum keberangkatan, karena antrian di bagian Imigrasi cukup panjang dan lama.
  6. Membawa bantalan leher untuk sandaran di kursi, akan sangat membantu untuk beristirahat lebih baik selama di penerbangan (karena total waktu tempuh Jakarta - Kathmandu, kurang lebih enam jam).
travelogue selanjutnya >>>

4 komentar:

  1. Huaa'a senangnya bisa sampe sana dgn selamat! #selamat voa jg ga tuh? :D
    Di tunggu crita selanjutnyaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah ,,, selamat voa nya juga dong.
      Kalo nggak ya, gagal dong trip nya hahaha :-D

      Siip siip ... ikutin terus yaaa ;-)

      Hapus
  2. wah, akhirnya ada catatan perjalanannya juga nih. iya, emang harus ditulis. daripada hilang begitu aja karena cuma mengandalkan ingatan yg ya, seiring berjalannya waktu udah ga tajem2 amat lagi. hehehehe... karena aku begitu soalnya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya je, untung masih agak ingat ... sambil lihat-lihat fotonya juga sih hehe :-)

      Hapus