Rabu, 30 Maret 2011

[Foto Jurnal]: Chinatown, Singapore

Awalnya foto-foto ini mau saya ikutkan kontes Street Photography di Invisible Photographer Asia (IPA), tapi setelah dicek, ternyata gak masuk spesifikasi persyaratan lomba, karena waktu pengambilannya lebih dari 12 bulan yang lalu. Duh, padahal sejauh ini, foto-foto ini adalah masterpiece dari street photography saya.

So, hikmahnya adalah, saya harus mulai mengumpulkan lagi portfolio street photography yang baru. Rajin-rajin jalan (walaupun mungkin sekedar dalam kota) dan hunting foto-foto lagi, setelah sekian waktu asyik dengan strobist dan studio ...

Minggu, 13 Maret 2011

Wishlist

upgrade kamera ke yang satu ini ...
Canon EOS 5D Mark II

mengeksplore Tibet ...
Istana Potala di Lhasa

mengeksplore Burma, terutama Bagan & Mandalay
Bagan di pagi hari

ikut kursus selam dan menjelajahi dunia bawah laut Indonesia

Moga-moga tercapai ya. Amiiin, amiiin, ya robbal'aalamiin ...

Sabtu, 12 Maret 2011

Evacuation Bag

Guys, kalian pernah dengar gak, soal Evacuation Bag?

Jadi intinya, ini adalah tas yang berisi perlengkapan utama dalam menghadapi keadaan tanggap darurat bencana.

Saya mendapat pengetahuan ini dari seorang teman yang men-share bencana besar yang potensial menimpa Indonesia. Cuma sayangnya, info bencana ini agak sulit untuk dishare secara terbuka, karena diperkirakan bisa menimbulkan chaos.

Tapi gak penting lah untuk membahas bencananya sekarang, kita bahas saja tindakan mitigasi yang masih mungkin kita persiapkan jauh-jauh hari. Salah satunya, ya dengan mempersiapkan evacuation bag ini.

Senin, 07 Maret 2011

Lost in Translation

Saya sudah lupa bagaimana rasanya menjadi buta huruf. Itu sudah lewat bertahun-tahun lalu. Bahkan saya cuma mengalaminya seperlima waktu dari umur saya sekarang, dan saat itupun mungkin dunia saya jauh lebih mengasyikkan dibandingkan mencoba menyelami sensasi buta huruf. Tapi jujur saja, suatu ketika saya pernah ingin merasakan kembali sensasi itu. Kembali buta huruf.

Dengan tingkat consciousness yang sudah berbeda, tentu rasanya juga akan menjadi berbeda. Melihat deretan huruf-huruf yang tidak bisa saya baca, padahal saya tetap harus hidup seperti biasa.

Ya, terlintas juga di pikiran saya, "apakah saya bisa menjalani hidup sama baiknya, kalau saya kembali buta huruf?"

Hal ini penting dan menjadi tantangan tersendiri buat saya.

Sabtu, 05 Maret 2011

Jangan Pernah Percaya Padaku ...

Jika tak sekalipun, kau pernah melihatku mau bersusah payah demi kebahagiaanmu;
Jika tak sekalipun, kau pernah melihatku ikut bersedih dalam dukamu;
Jika tak sekalipun, kau pernah melihatku ikut tersenyum untuk kesuksesanmu;
Jika tak sekalipun, kau pernah melihatku membagi yang kusenangi demi senyumanmu;
Jika tak sekalipun, kau tahu aku memiliki sedikit rasa cemburu;
Jika tak sekalipun, kau percaya aku berdoa demi kebaikanmu;
dan jika sekali saja, aku pernah mengungkit-ungkit apa yang sudah kukorbankan demi dirimu;


maka ...

Jangan pernah percaya padaku, bahwa kumencintaimu.

Travelogue - Thailand (1): Chiang Mai, Mawar dari Utara




di Wat Phra That Doi Suthep
Ini adalah sebagian catatan dari perjalanan nge-trip saya bareng rekan-rekan kerja di bulan february lalu. Rute yang kami ambil adalah: Jakarta - KL - Bangkok - Chiang Mai - Chiang Dow - Chiang Mai- Bangkok - Jakarta, dalam waktu sembilan hari.

Sengaja saya memposting Chiang Mai terlebih dahulu, karena secara pribadi -dan menurut pendapat rekan-rekan yang lainnya-, kota ini adalah yang paling meninggalkan kesan.

Nama Chiang Mai sendiri sudah lama saya dengar. Seingat saya, waktu itu saya masih SD, dan Chiang Mai menjadi tuan rumah penyelenggaraan pesta olahraga ASEAN alias SEA Games.

Chiang Mai yang dikenal dengan sebutan Mawar dari Utara, terletak di sebuah propinsi di bagian utara Thailand, dengan nama yang sama. Sebenarnya ibukotanya disebut Mueang Chiang Mai, namun pada akhirnya cukup disebut Chiang Mai saja.

Sebagai kota terbesar kedua di Thailand, ternyata Chiang Mai tidaklah terlalu besar dan crowded. Dibandingkan dengan Bogor yang entah kota terbesar keberapa di Indonesia pun, Chiang Mai jauh-jauh lebih tenang. Kontras sekali dengan Bangkok yang hiruk pikuk dan panas, dengan ukurannya yang hampir tiga kali luas Jakarta.

Penggambaran yang mudah tentang Chiang Mai adalah, kota dengan suasana gabungan antara Jogja, Bandung dan Pulau Bali. Tenang, penduduknya ramah, berhawa cukup sejuk, tapi terkesan internasional karena wisatawan ada dimana-mana. Pokoknya membuat betah.